Perasaan indah itu
Perasaan indah itu
Telah masuk menelusup kamar hatinya
Serupa mayang yang berputik di peraduan jiwa
Serupa kapas yang berlayang dalam garis langit
Meski hadir dalam kebekuan pagi
Dibiarkannya indah itu bersemi memenuhi kesadaran
Meski hadir dalam ombak yang pasang surut
Bersama indah itu ia setia menanti fajar
Janji bermekaran dalam satu masa
Enggan untuk dicampakkan
Meski indah itu tak tersampaikan
Meski hasrat itu tak tertepikan
Namun ia tetap indah disana
Berdiri di bukit harapan
Dengan memeluk sejuta mimpi
Setia menanti sampai takdir berisyarat
Terinspirasi oleh kisah sahabatku yang setia berharap namun tak pernah berani memastikan apakah harapannya itu akan berbalas. Semoga suatu saat harapan itu akan terjawab, entah dalam kisah duka maupun kisah gembira
Minggu sambil nonton Jejak Petualang
10 Agustus 2007
3 Komentar:
puisinya bagus banget...
boleh aku copy yaa,...mbak...
maaf nih aku nyngkut disini..
17 Agustus 2007 pukul 17.10
Sungguh the genius yang menulis tulisan ini. Puisi ini penuh dengan makna konotasi. Dimana penafsiran tergantung dari background dan character masing2. Diperlukan khayalan yang lebih daripada biasanya untuk mengerti tulisan ini.
Terlepas dari itu semua. Saya yang cupu ini berusaha untuk menafsirkan puisi ini.
Perasaan indah itu
Telah masuk menelusup kamar hatinya
Serupa mayang yang berputik di peraduan jiwa
Serupa kapas yang berlayang dalam garis langit
Ekspresi keindahan yang begitu dasyat
Si “nya“ ini hatinya sungguh dalam kebahagiaan yang luar biasa
Pemilihan kata yang begitu pas dengan expresi jiwanya yang begitu bebas dan begitu indah
Meski hadir dalam kebekuan pagi
Dibiarkannya indah itu bersemi memenuhi kesadaran
Meski hadir dalam ombak yang pasang surut
Bersama indah itu ia setia menanti fajar
Di ketinggian yang luar biasa, maka udara pagi sangat dingin hampir2 terasa seperti es.
Setelah solat subuh, dengan wudhu air es yang dingin sekali si “nya“ ini berusaha menghangatkan tubuhnya. Ia ambil selimut dan menyalakan api. Rasa kantuk menghinggapi dirinya, tapi ia tahan karena betapa pun juga ia tak mau kehilangan kesempatan yang mungkin hanya sekali dalam hidupnya. Ia biarkan kedinginan itu masuk ke dalam tubuhnya, dalam nafasnya.
Di ketinggian itu ia melihat alam ciptaan Tuhan yang begitu luas begitu indah. Bahkan dari ketinggian itu dia bisa meliha laut yang biru. Begitu elegant dan mengexpresikan kebesaran Tuhan nya. Meskipun ia tak bisa melihat gerakan ombak nun jauh disana. Dia bisa merasakan ombak yang naik turun yang seakan menyapa dirinya. Dia terus menatap laut yang biru itu sambil menantikan matahari yang akan terbit. Matahari yang akan menambah keindahan dipagi itu.
Janji bermekaran dalam satu masa
Enggan untuk dicampakkan
Hemm ...
Janji apa ya? I wonder ...
Semoga janji yang sesuai dengan kehendakNya
Meski indah itu tak tersampaikan
Meski hasrat itu tak tertepikan
Namun ia tetap indah disana
Berdiri di bukit harapan
Dengan memeluk sejuta mimpi
Setia menanti sampai takdir berisyarat
Indah tak tersampaikan? Sepertinya penulis mempunya bayangan yang lebih indah dari pagi itu. Punya harapan yang begitu tinggi. Hanya saja untuk sekarang ini belum tersampaikan. Tepati sang penulis masih mempunyai berjuta harapan yang diexpresikan dengan „berdiri di bukit harapan, dengan memeluk sejuta mimpi“ yang belum tersampaikan.
Semoga mimpi penulis jadi kenyataan. Ada yang bisa saya bantu? Penulis pun tidak putus asa, ia terus berjuang dan percaya suatu saat apa yang ia perjuangkan itu akan menjadi kenyataan. I wonder apakah ini yang penulis sebut “fajar” dan “indah”? ia berkeyakinan bahwa takdir adalah impianya yang akan tercapai.
Terinspirasi oleh kisah sahabatku yang setia berharap namun tak pernah berani memastikan apakah harapannya itu akan berbalas. Semoga suatu saat harapan itu akan terjawab, entah dalam kisah duka maupun kisah gembira
Entah siapa seorang sahabat itu ... apakah dirinya sendiri ato makna sesungguhnya. Tentunya akir cerita akan gembira kalau indah itu tercapai. Tetapi mengapa penulis mnulis kisah duka. Apakah keyakinan penulis juga di hinggapi rasa keraguan? Secara penulis adalah manusia biasa.
Minggu sambil nonton Jejak Petualang
10 Agustus 2007
Mungkin kalo ikut nonton juga, penafsiran akan lebih tepat
Alangkah banyak orang yang mencari keindahan itu. Akan tetapi keindahan itu tidak pernah ia temukan. Ia heran mengapa malah ia rasa semakin jauh. Salah satu alasan yang bisa menjelaskan adalah ia melangkahkan kakinya bukan di jalan yang seharusnya ia lewati. Sudah sepatutnyanya ia kembali ke jalan yang seharusnya ia lewati, tidak kekanan maupun kekiri.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai (orang-orang yang mengetahui kebenaran dan meninggalkannya), dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (orang-orang yang meninggalkan kebenaran karena ketidaktahuan dan kejahilan).“
31 Agustus 2007 pukul 17.16
Hmm..Fithri emang berbakat ya..
Bahasanya halus, penuh makna, dan indah..
nb:i'm wondering who is "nya" in that poem..ngerasa..:p
29 Februari 2008 pukul 11.10
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda